Thursday, July 10, 2014

Pemilihan Presiden dan Games Kontemporer (Studi Kasus "The Political Machine" dan "Fable 3")

Pemilihan umum (Pemilu) telah berhasil kita lewati dua-duanya dengan aman dan tertib, yaitu yang pertama adalah pemilihan anggota legislatif, dan yang kedua adalah pemilihan penjalan kekuasaan eksekutif. Pemilu ini sekarang memasuki tahap penetapan akhir, dan apabila telah selesai, akan memasuki tahap pelaksanaan janji-janji kampanye atau kontrak sosial (du contrat social).

Terkait dengan tema pemilu presiden ini, saya teringat oleh dua games yang pernah saya mainkan beberapa tahun lalu. Yang pertama adalah "The Political Machine" buatan Amerika yang saya mainkan pada saat dulu di bangku kuliah Fakultas Hukum dan juga "Fable 3" karya Lionhead Studios. Kedua games ini bisa dikatakan cukup membuat mengerti saya bagaimana proses demokrasi pemilihan ini berjalan.

Terkait dengan "The Political Machine" ini, meski edisi terakhir adalah 2012, telah saya mainkan jauh sebelum tahun tersebut. Dalam game itu kita diharuskan memilih antara kubu republik (merah) ataupun biru (demokrat) dan juga jagoan kita yang mana direpresentasikan oleh tokoh-tokoh elit politik di Amerika yang saat itu sedang tenar-tenarnya seperti Hillary Clinton, Al Gore ataupun Condoleeza Rice. Setelah memilih itu, barulah kemudian the battle begin, dimana terpampang map 51 negara bagian Amerika Serikat dan kita diharuskan memenangkan suara mayoritas, dan artinya kita harus terbang dari satu kota ke kota lainnya. Wilayah yang kita datangi bisa juga didatangi oleh lawan kita yang mana akan mengakibatkan perubahan konstelasi pilihan masyarakat yang berbeda pada saat baru kita saja yang datang ke wilayah tersebut.

Menariknya di dalam game ini adalah, kita diajarkan bagaimana caranya agar suatu wilayah pro dengan kita dengan menarik dukungan sebanyak-banyaknya dari tokoh-tokoh setempat yang terpercaya. Saya pernah memainkannya dan pergi ke suatu kota dan mendapatkan dukungan dari sutradara Steven Spilberg, pindah ke kota lainnya dan mendapatkan dukungan dari tokoh lainnya seperti Gubernur Arnold, dan sebagainya. Di sini kita diajarkan, untuk memperoleh mayoritas suara di suatu tempat, jika bisa kita memegang dukungan dari tokoh yang kredibel dan disegani di wilayah tersebut. Dari kasus pilpres baru-baru ini, saya melihat bagaimana capres no.2 secara baik memainkan permainan ini. Bagaimana dengan lihainya dia dan timnya menarik dukungan dari tokoh-tokoh yang kredibel, sebut saja sutradara, musisi, tokoh profesional, dan lain-lain yang cukup berpengaruh hal mana yang sedikit luput dimainkan oleh capres no.1. Inilah yang menurut saya akhirnya memberi pengaruh kepada para pemilih pemula atau yang masih ragu-ragu untuk ikut memilih capres no.2.

Sekarang kita bahas game yang kedua, yaitu "Fable 3". Fable 3 ini sendiri merupakan kelanjutan dari game serupa yaitu Fable dan Fable 2, dimana fable 1 bercerita tentang bagaimana seorang anak yang desanya diserang oleh seorang penyihir jahat akhirnya mengambil jalan menjadi seorang pahlawan dan berperang melawan ketidakadilan. Yang berbeda dari seri Fable pertama dan kedua ini adalah, fable 3 bercerita lebih politis dan ceritanya menurut saya sedikit kurang dapat saya prediksi ending-nya akan seperti itu. Fable 3 bercerita tentang seorang anak raja yang memiliki seorang abang yang di awalnya di citrakan sebagai antagonis. Pada saat raja mangkat, maka sang abang naik menjadi raja dan mulai bersikap seolah-olah sebagai seorang diktator. Teman sang adik yang merupakan cinta sejatinya pun akhirnya di hukum mati pada saat akhirnya tertangkap karena memimpin pemberontakan yang gagal kepada sang abang yang diktator. Sang adik disuruh memilih antara mengorbankan cintanya kepada teman wanitanya, ataukah cinta kepada rakyatnya. Dalam cerita tersebut, saya sebagai pemain memilih mengorbankan cinta kepada teman wanitanya yang akhirnya dieksekusi di depan sang adik.

Cerita berlanjut kemudian dengan adanya usaha pelarian adiknya secara diam-diam dari kerajaan dan menemukan kenyataan bahwa dia memiliki kekuatan turunan dari buyutnya yang bisa menguasai magic sebagaimana diceritakan di Fable yang pertama. Akhirnya dia pun melarikan diri dari kerajaan bersama penasehat terpercayanya, dan bertemu dengan masyarakatnya. Di sini kemudian sang penasehat mengatakan bahwa untuk mengalahkan kediktatoran sang abang, maka sang adik yang cinta dengan rakyatnya tidak bisa hanya seorang diri melawan sang abang. Akhirnya secara perlahan-lahan, sang adik menggalang kekuatan masyarakat (people power) dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Di tiap wilayah yang ditolongnya, dia bertemu dengan tokoh setempat yang akhirnya diakhiri dengan penandatanganan kontrak sosial. Apabila nanti sang adik berhasil menggantikan sang raja, maka sang adik bersedia memberikan atau melaksanakan apa-apa yang dimintakan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Satu demi satu diperoleh dukungan, dan satu persatu juga kontrak sosial di tandatangani.

Akhirnya, saat yang menentukan tiba, dengan dibantu oleh seluruh masyarakat, penyerbuan ke kerajaan dilaksanakan. Banyak korban dari kedua belah pihak. Sang adik berhasil menerobos ke ruang sang abang dan siap satu lawan satu. Setelah terdesak dan siap untuk mengeksekusi, disinilah kemudian game ini jadi menarik bagi seseorang yang kelak bercita-cita menjadi pemimpin. Banyak pilihan-pilihan sulit yang akan menguji kapasitas kita sebagai pemimpin. Sang adik diceritakan oleh sang abang mengapa selama ini dia terkesan sebagai seorang yang diktator, yang mana ternyata alasannya adalah untuk melindungi masyarakatnya. Sang abang melihat ke depan yang mana dibisikkan oleh seorang peramal bahwa akan datangnya suatu masa kelaparan yang sangat besar yang mana oleh karena itu kerajaan sebagai pelindung rakyat harus mengambil langkah-langkah penghematan, peningkatan pajak, dan lain-lain yang tidak disukai rakyatnya sebagai persiapan untuk menghadapi bencana tersebut. Dan sang abang berhasil meningkatkan kekayaan kerajaan berkali-kali lipat. Itulah sebabnya banyak tuntutan masyarakat tidak dipenuhinya.

Mendengar ini, sang adik diberi dua pilihan, apakah langsung eksekusi ataukah dibawa ke pengadilan terlebih dahulu. Dalam game yang saya mainkan sebelumnya, saya memilih untuk dibawa ke pengadilan. Kemudian, di pengadilan dimana dihadiri masyarakat, kembali sang raja terpilih harus memilih lagi, apakah dihukum mati sang abang atas kediktatorannya yang mengakibatkan beberapa orang meninggal ataukah di buang saja dari negara dia. Konsekuensinya ada dua, jika dieksekusi memberikan kepercayaan lebih masyarakat atas sang adik, jika dibuang maka masyarakat mulai mencibir bahwa sang adik tidak lebih sama saja, tidak berani menindak tegas sang diktator. Karena saya sudah diceritakan seperti itu oleh sang abang, akhirnya saya memilih untuk membuang sang abang. Tentu saja, tindakan yang saya ambil akan mengakibatkan kekurangpercayaan sebagian masyarakat. Itu sudah konsekuensi yang diambil.

Akhirnya setelah selesai pengadilan, sang peramal mengatakan bahwa sang adik punya waktu hanya 365 hari untuk mempersiapkan bencana kepalaran yang maha dahsyat yang diceritakan tersebut. Di hari-hari menuju hari H tersebut, sang adik dihadapkan pilihan untuk mengabulkan janji sebagaimana kontrak sosial dibuat kepada masyarakat ataukah tidak dikabulkan dan memperkuat ketahanan pangan dan finasial kerajaan yang mana dibutuhkan pada saat bencana. Karena saya orangnya sedikit gamble dan ingin melihat akhir dari game ini dimana semua permintaan masyarakat dipenuhi saking cintanya dengan masyarakat, maka saya setujui semua permintaan tanpa terkecuali dan berakibat minusnya finansial kerajaan. Dan di akhir game ini, masyarakat yang saya cintai pada tewas, dan hanya tinggal tersisa hitungan jari. Sungguh pilihan yang kurang bijak.

Moral dari game Fable 3 ini mengapa saya ceritakan secara panjang lebar sebenarnya ingin menyampaikan bahwa, semua janji kampanye yang diberikan dan disanggupi oleh capres-capres yang maju kemarin seharusnya disikapi dengan bijak. Bagaimana efeknya, dan apakah urgent untuk diperjuangkan saat ini. Kebutuhan masyarakat itu akan selalu tidak terbatas. Pada saat kita sudah punya sesuatu, maka akan ada sesuatu lainnya yang kita inginkan. Sebagai seorang pemimpin yang terpilih nantinya juga harus bijak. Tidak semua janji mungkin akan terpenuhi, harus ada prioritas. Bagaimana seandainya kita juga mengalami bencana maha dahsyat juga nantinya dan kita terlalu menghambur-hamburkan uang negara untuk sesuatu yang belum menjadi prioritas.Pada akhirnya, game ini mungkin saja juga ingin merasuki pikiran anak muda yang bermain game ini dengan pikiran liberal yang mengatakan bahwa program yang pro rakyat dalam artian banyaknya subsidi yang diberikan untuk masyarakat kelak malah akan menjadi bumerang bagi kerajaan (negara) kita sendiri. Seperti subsidi BBM, subsidi KIP, KIS, itu akan membuat anggaran menjadi tidak sehat. Sama seperti halnya waktu Presiden Barack Obama dengan program "Obama Care" nya yang mana mendapatkan pertentangan dari anggota parlemen. karena mungkin saja memang anggaran mereka pada saat itu tidak sehat. banyak hutang dimana-mana. Sedangkan Obama sebagai pemimpin yang mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang menepati janjinya tetap mau menjalankan janji kampanyenya (kontrak sosialnya). Alhasil pada saat terjadi keuangan Amerika kolaps dan mengharuskan banyak PNSmereka dirumahkan, pada saat terjadi badai Katrina, banyak bantuan yang tidak ada dan datang pada waktunya.

Ini menjadi bahan pikiran saja. Memang pilpres sudah lewat, tetapi mau mengingatkan saja, jika nantinya ada janji kampanye yang belum terpenuhi bisa saja sang pemimpin lebih tahu apa yang dibutuhkan warganya saat ini yang mana tidak diketahui oleh si warga. Dan sebagai masyarakat, khususnya mereka yang secara tidak sengaja membaca ini menjadi paham juga betapa rumitnya nantinya menjadi seorang pemimpin hasil pilihan rakyat dengan "du contrat social"-nya.

Akbarecht, 10 Juli 2014