Thursday, September 12, 2013

Amien atau tidak amien?

Cerita ini sebenarnya sudah terjadi beberapa bulan yang lalu, tepatnya saat bersama rekan doktoral dari ETH Zurich, Swiss, meneliti tentang preferensi atau willingness to pay dari warga yang tinggal di sekitaran atau terkena dampak dari luapan sungai Ciliwung. Sebenarnya ceritanya cukup sederhana, tapi setelah dipikir secara mendalam ternyata bisa banyak makna.

Alkisah di suatu rumah responden, penulis bertemu seorang ibu yang sudah cukup tua..awalnya dia kurang welcome terhadap saya, namun karena saya memakai dandanan batik, dan tampang meyakinkan, akhirnya beliau mau juga untuk dimintai pendapatnya. Setelah berlangsung cukup lama dan penulis hendak mengakhiri tanya jawab dengan memberikan souvenir, beliau berujar, "semoga nanti mas sukses deh..saya doain jadi anggota DPR"..celotehan yang disertai doa tersebut memang terkesan sangat normal dan biasa saja, tetapi ada makna mendalam yang bisa saya resapi dan cukup menggelitik.

Makna yang pertama adalah yang cukup menggelitik, pertanyaan "apakah saya pantas jadi anggota DPR?". Pada saat beliau berujar tersebut penulis cukup bingung sebenarnya, mau di aminin ataukah tidak? sehingga penulis hanya bisa tertawa di dalam hati. Doa yang menurut seseorang baik, tetapi belum tentu yg didoakan menganggapnya itu baik. DPR dengan segala seluk beluknya terkadang membuat penulis yang membaca beberapa surat kabar sedikit muak. Lantas apakah baik menolak sebuah doa terlebih orang tersebut masih di depan kita?

Makna yang kedua merupakan resapan dari yang pertama, mengapa sampai seorang ibu yang bisa dibilang masyarakat kelas menengah ke bawah ini sampai mendoakan penulis sedemikian rupa yang dianggapnya baik? maka disinilah penulis baru mengerti tentang sesuatu.

Indonesia merupakan negara dengan berjuta masalah, dan hidup dari menyelesaikan satu masalah ke masalah yang lainnya. Namun kenapa negara ini masih juga sanggup berdiri sampai saat ini? jawabannya adalah adanya rasa optimisme warganya.

Seseorang yang didatangi oleh seseorang seperti saya, dan menjelaskan hal-hal rumit seperti metodologi penelitian dan fungsi penelitian hingga manfaatnya dianggap seseorang tersebut akan membawa negara ke arah yang lebih baik. Ada rasa optimisme yang mereka rasakan disaat anak muda, bisa dibilang demikian, masih ada yang memikirkan bangsanya, rela mencari solusi untuk warganya. Rela berkorban untuk kemashalatan bersama, bukan individu atau segelintir orang. Dari sini kemudian saya berpikir bahwa memang, jika kita ingin negara ini tetap bertahan, teruslah memelihara rasa optimisme ini, dibidang apapun. Buat mereka semua yang tinggal di wilayah kita merasakan hal tersebut. Tularkanlah rasa optimisme.

Seseorang seperti gubernur Jokowi mengapa bisa dicintai rakyatnya, karena beliau berhasil menyebarkan rasa optimisme yang pastinya disertai juga dengan kerja nyatanya.

Rasa optimisme ini akan semakin mudah menyebar disaat seseorang tersebut merasa terpukau dengan apa yang kita katakan, dengan artian semakin kita punya solusi dan berpendidikan tinggi, semakin tinggi pula rasa optimisme seseorang terhadap orang tersebut dalam membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Dan memang dalam seminar beberapa bulan yang lalu saya ikuti bahwa suatu kota itu akan terus berkembang jika happy index warga yang tinggal di dalamnya terus meningkat. Happy index akan bisa kita tingkatkan salah satunya dengan menyebarkan optimisme. Jadi, mari kita sebarkan!