Thursday, January 27, 2011

Best Quotes From The Shark..

Quotes yang saya sukai dari film seri Shark (2006-2008):

"I live by three simple rules; my "cutthroat manifesto." These rules guide every single decision I make on every single case. Rule No. 1: Trial is war. Second place is death. Rule No. 2: Truth is relative. Pick one that works. Rule No. 3: In a jury trial, there are only twelve opinions that matter, and, Ms. Troy, yours most decidedly is not one of them. Now, from this day forward, every case will be David versus Goliath, and guess who's holding the slingshot? "

"Sebastian Stark: For this to work, you must accept that winning is the only thing that matters.
Young Lawyer: What about justice?
Sebastian Stark: Hey, your job is to win. Justice is God's problem."

"In jury trials, you don't get a second chance."

"You know, all my life all I wanted to be was the best lawyer in the world. But when you lose that drive, that consuming ambition, you're done. "

"Trial is war, and war tends to get ugly."

"Trials are won before you ever step foot in the courtroom. "


sumber: Shark (2006), IMDB.com

Tuesday, January 25, 2011

Perbandingan Konsep Keamanan Nasional Di Beberapa Negara

Konsep Keamanan Nasional suatu negara berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan salah satu ahli mengatakan bahwa konsep Keamanan Nasional ini sesuatu yang sangat ambigu, terlebih lagi hal itu dirasakan dalam masa persaingan senjata nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.[FN1] Oleh karena itu, setiap negara memiliki sistem Keamanan Nasional yang khas yang dikembangkan berdasarkan antara lain dinamika lingkungan strategis, kontekstualisasi historis, serta posisi geografis.[FN2] Berikut ini dijelaskan konsep Keamanan Nasional di beberapa negara sebagai bahan perbandingan.[FN3]

a.Malaysia
Konsep Keamanan Nasional Malaysia adalah melindungi konstitusi dan persatuan nasional. Ancaman yang pernah dan berpotensi terjadi antara lain konflik etnik, sengketa perbatasan, fundamentalisme, dan sumber daya kelautan. Pendekatan Keamanan Nasional yang digunakan yaitu dengan pembangunan diplomasi aktif, menjaga keamanan internal dan ketakutan publik. Sedangkan perangkat atau aktor pelaksana Keamanan Nasionalnya adalah:
a.Angkatan bersenjata untuk pengembangan kapabilitas militer, organisasi militer profesional, dan supremasi sipil;
b.Polisi, yang terpisah dari militer, di bawah Departemen Dalam Negeri, membawahi satuan paramiliter dan intelejen dalam negeri;
c.Security and Safety Agencies seperti custom, polisi pantai, dan pemadam kebakaran.
Untuk mekanisme koordinasi antar aktornya sendiri adalah melalui National Security Council pada tingkat federal dan negara bagian.

b.Inggris
Konsep Keamanan Nasional Inggris adalah menjaga keutuhan territorial dan juga kelangsungan hidup bangsa dan negara. Ancaman yang sering terjadi dan berpotensi terjadi antara lain terorisme dan Irlandia Utara, proliferasi senjata pemusnah massal (Weapon for Mass Destruction/WMD), kelabilan kawasan, terorisme sipil, isu-isu pembangunan, kriminalitas, dan migrasi ilegal. Pendekatan Keamanan Nasional yang digunakan adalah keamanan komprehensif. Aktor-aktor pelaksana antara lain tentara, polisi, revenue dan custom, prison service, organized crime agency, dan juga pihak eksekutif seperti Departemen Dalam Negeri, kantor Perdana Menteri, Kementerian Pertahanan, dan Departemen Luar Negeri. Untuk mekanisme koordinasi antar aktor, Inggris tidak melalui National Security Council, tetapi melalui mekanisme koordinasi ad hoc.

c.Australia
Konsep Keamanan Nasional Australia adalah perlindungan terhadap commonwealth dan rakyat dari invasi dan kekerasan domestik. Ancaman yang pernah terjadi dan berpotensi terjadi antara lain terorisme, senjata pemusnah massal, kelabilan kawasan, dan juga migrasi ilegal. Pendekatan yang diambil oleh Australia terkait Keamanan Nasionalnya adalah preemptive strike dengan melakukan aliansi keamanan dengan Amerika Serikat dan keamanan regional. Sedangkan untuk aktor pelaksana Keamanan Nasional adalah Gubernur Jenderal, Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Defence Force, Polisi, Intelejen, Imigrasi, dan juga Pemerintah Negara Bagian. Mekanisme koordinasi antar aktor adalah tanpa National Security Council, tetapi mekanisme koordinasi ada pada Federal Executive Council.

d.Israel
Konsep Keamanan Nasional Israel adalah kelangsungan hidup negaranya. Ancaman yang pernah dan berpotensi terjadi antara lain invasi, senjata pemusnah massal, terorisme, pengungsi, sengketa wilayah, dan pemukiman. Dalam hal ini, Israel menggunakan pendekatan realisme, yaitu dengan membangun ketakutan publik, targeted assassinations, dan pengeboman. Aktor pelaksana Keamanan Nasional sendiri di Israel adalah Kantor Perdana Menteri, Defence Force, Dinas Intelejen, Departemen Pertahanan, dan Departemen Luar Negeri. Untuk koordinasi antar aktor pelaksana, Israel tidak terinstitusionalisasi melalui National Security Council, tetapi otoritas ada di Perdana Menteri dan Ministerial Committee of Defence.

e.Amerika Serikat
Konsep Keamanan Nasional Amerika Serikat adalah melindungi konstitusi dan warga negara Amerika. Ancaman yang pernah dan berpotensi terjadi antara lain terorisme, senjata pemusnah massal, rough states, dan juga kelabilan kawasan. Pendekatan yang dilakukan terkait Keamanan Nasional ini adalah preemptive strike, multilateralisme offensif dan coalition of the willing. Aktor pelaksana Keamanan Nasional di Amerika Serikat antara lain Presiden, Wakil Presiden, Menteri Luar Negeri, Secretary of The Treasury, Menteri Pertahanan, Kepala Staf Gabungan, Direktur Intelejen Nasional, Kepala Staf Gedung Putih, dan lain-lain. Untuk mekanisme koordinasi antar para aktor pelaksana, Amerika Serikat telah membentuk National Security Council sejak tahun 1947.

f.India
Konsep Keamanan Nasional India adalah melindungi negara dari agresi eksternal dan juga melindungi integritas teritorial. Ancaman yang pernah dan berpotensi terjadi menurut India adalah China, konflik domestik India sendiri, separatisme, konflik komunal, keamanan maritim, dan senjata nuklir. Pendekatan yang dilakukan oleh India dalam mengatasi perihal Keamanan Nasionalnya antara lain dengan maju secara teknologi dan ekonomi, pengembangan kapabilitas pertahanan melalui pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan, dan juga memperluas kemitraan dengan pihak luar untuk memperluas pilihan kebijakan. Aktor pelaksana Keamanan Nasional di India adalah Menteri Pertahanan, Kepala Staf Tiga Angkatan, Joint Intelligence Committee, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Dalam Negeri. Untuk melakukan koordinasi antar aktor pelaksana Keamanan Nasional di India adalah National Security Council, tetapi masih belum efektif karena baru dibentuk pada tahun 1999.

Dari beberapa perbandingan negara diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat variasi penekanan aspek Keamanan Nasional karena konteks historis, geografis, dan karakteristik sosial yang berbeda.[FN4] Selain itu, terkait pendekatan yang diambil oleh masing-masing negara, terdapat perbedaan juga. Ada negara-negara yang cenderung mengarah kepada konsep keamanan komprehensif, tetapi ada juga negara-negara yang cenderung ke arah pendekatan realis.[FN5]


---------------

[FN1]Lihat Glenn H.Snyder, Detterence and Defense: Toward a theory of National Security, (New Jersey: Princenton, 1961), hal.3 . Tulisannya mengutip dari Arnold Wolfers, “National Security As An Ambiguous Symbol,” Political Science Quarterly, Vol.LXVII, No.4 (Desember 1952): 481. “… National Security still remains an “ambiguous symbol” as one scholar described it almost a decade ago. Certaintly it has grown more ambiguous as a result of the starling advances since then in nuclear and weapons technology, and the advent of nuclear parity between the United States and the Soviet Union”.

[FN2]Pacivis UI , “Press Release : konsultasi Publik tentang Keamanan Nasional,” (Press Release disampaikan dalam Seminar Diskusi Publik mengenai Keamanan Nasional, Depok, 28 Mei 2007).

[FN3]Lihat Pacivis UI , “Studi Perbandingan Keamanan Nasional,” (Bahan makalah disampaikan dalam seminar Diskusi Publik mengenai Keamanan Nasional, Depok, 28 Mei 2007).

[FN4]Ibid

[FN5]Lihat asumsi-asumsi kaum realis dalam Jill Steans dan Lloyd Pettiford, Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 58-59.


Sumber : "My Two Semester Unfinished Mini-Thesis"


Akbarecht

Sekilas Mengenai Keamanan Nasional

Keamanan (security) merupakan suatu kata benda yang berasal dari kata dasar aman yang berarti bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, dan juga tentram, tidak merasa takut atau khawatir.[FN1] Secara bahasa atau gramatikal, keamanan berarti keadaan aman, ketentraman, dan ketertiban. Menurut Donald M. Snow, Keamanan adalah suatu keadaan bebas dari rasa takut, kehati-hatian dan bahaya, atau dengan kata lain suatu keadaan yang menimbulkan perasaan aman.[FN2] Keamanan Nasional (National Security), merujuk kepada kebijakan publik untuk memastikan terjadinya keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan kekuatan ekonomi, militer, perjalanan diplomasi baik dalam damai maupun perang.[FN3] Adapun cara yang diambil oleh suatu negara untuk memastikan Keamanan Nasionalnya antara lain:[FN4]

a)penggunaan diplomasi untuk mencari sekutu dan mengisolasi ancaman;
b)menggunakan kekuatan ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerjasama;
c)menjaga angkatan bersenjata yang efektif;
d)melakukan pertahanan sipil dan kesiapan darurat; dan
e)menggunakan jasa intelejen untuk mendeteksi dan mengalahkan atau mencegah ancaman dan espionase, dan melindungi informasi rahasia.

Di dalam pandangan ini, penggunaan diplomasi untuk mencari sekutu dianggap sebagai salah satu cara untuk memastikan kepentingan nasional suatu negara diraih ataupun dipertahankan. Selain itu, suatu negara haruslah menjaga angkatan bersenjata cukup efektif agar keamanan nasional pun ikut terjamin.[FN5] Menurut Abdul Monem M. Al Mashat dalam bukunya yang berjudul “National Security in the Third World” memberikan dua kategori mengenai Keamanan Nasional, yaitu :[FN6]

a)Strategic Definition
Strategic Definition ini memberikan perhatian terhadap apa yang disebut sebagai keberlangsungan kemerdekaan dan kedaulatan dari suatu negara (preservation of independence and sovereignty of nation state). Dalam konteks ini, Keamanan Nasional dimaknai dengan kemampuan yang dimiliki oleh suatu negara untuk menjaga nilai yang ada di dalam dari ancaman yang datang dari luar (the abilty of a nation to protect its “internal values” from external threat).[FN7]

b)The Economic Non-Strategic Definition
The Economic Non-Strategic Definition memberikan perhatian kepada apa yang disebut sebagai kemampuan suatu negara dalam fungsinya menjaga arus sumberdaya ekonomi dan aspek non-militer (the maintenance of the flow of vital economic resources and the non-military aspects of nation state function). Dalam konteks ini, Keamanan Nasional diartikan sebagai tidak adanya suatu ancaman dari kesejahteraan ekonomi (the absence of threat of severe deprivation of economic welfare).[FN8]

Namun demikian, dimensi Keamanan Nasional saat ini telah bergeser arah dalam artian tidak hanya mengenai persoalan perang konvensional semata. Dimensi Keamanan Nasional telah meluas hingga ke isu seperti keamanan lingkungan, keamanan manusia, dan keamanan ekonomi.[FN9] Terlebih lagi di era Globalisasi yang mana batasan-batasan negara menjadi sedikit kabur karena adanya perpindahan orang dan barang yang begitu cepat dan mudah. Dimensi ancaman pun sedikit bergeser, dari yang dulunya keamanan atas negara, menjadi keamanan atas manusia (human security). Dalam perspektif ini, kesejahteraan warga negara merupakan sesuatu yang dipandang penting. Mereka dapat menghadapi ancaman dari berbagai sumber, bahkan dari aparatur represif negara, epidemi penyakit, kejahatan yang meluas, sampai dengan bencana alam maupun kecelakaan.[FN10]

--------------

[FN1] Lihat kata “aman” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, , diakses 4 Juni 2010.

[FN2] Lihat Julio Tomas Pinto, Keamanan Nasional: Ancaman Internal&Eksternal Timor-Leste, (Dili: ETISS, 2007), hal. 13

[FN3] Ibid, hal. 9

[FN4] Ibid

[FN5] Ibid

[FN6] Lihat Rizal Sukma, “Konsep Keamanan Nasional,” , diakses pada 5 Juni 2010. Yang mengutip dari Abdul Monem M. Al-Mashat, National security in third world, (London: westview press, 1985), hal.19-223

[FN7] Lihat Julio Tomas Pinto, op.cit.

[FN8] Ibid, hal. 12

[FN9] Ibid

[FN10] Lihat Kusnanto Anggoro, “Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum, “ (makalah disampaikan sebagai makalah pembanding dalam Seminar Pembangunan Hukum VIII, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Denpasar, 14 Juli 2003), hal. 3. Dapat diakses melalui .


Sumber : "My Two Semester Unfinished Mini-Thesis"


Akbarecht

Thursday, January 20, 2011

Pembangunan Stasiun Peluncur Roket Di Indonesia..

Indonesia merupakan negara yang cukup strategis, karena terletak antara dua benua, dilalui 2 samudera, dan dilalui oleh garis khatulistiwa. Hal yang sangatlah penting, yaitu dilalui oleh garis khatulistiwa karena dengan begitu Indonesia memiliki iklim tropis dengan hanya 2 musim (kemarau-hujan), dan juga Indonesia seringkali dilewati oleh satelit di ruang angkasa. Letak Indonesia yang strategis tersebut membuat beberapa Negara tertarik untuk membangun suatu stasiun peluncur roket yang membawa satelit di Indonesia, negara yang paling terdepan dalam hal ini yang menyatakan ketertarikannya adalah Russia.

Seperti kita ketahui suatu roket yang membawa satelit dapat diluncurkan dengan dua macam cara (sepengetahuan penulis), yaitu yang pertama adalah dengan menerbangkannya secara vertikal dari bawah ke atas, ataupun dengan cara horizontal dengan melalui pesawat udara terlebih dahulu. Untuk metode yang pertama yaitu dengan cara vertikal, konsekuensinya adalah dibutuhkannya bahan bakar roket yang sangat besar mengingat apabila hendak menerbangkannya dari bawah ke atas memerlukan daya yang cukup besar. Beda halnya dengan cara horizontal. Dengan metode horizontal, diperlukan suatu landasan pacu yang sangat lebar dan panjang untuk menerbangkan pesawat yang membawa satelit, kemudian lepas landas, dan baru pada ketinggian tertentu satelit tersebut dilepaskan untuk kemudian dikendalikan dari bawah dengan menggunakan remote. Contoh untuk yang pertama adalah yang sering diperlihatkan di film-film seperti yang terkenal adalah "Armageddon". Sedangkan untuk metode horizontal adalah seperti dalam film "Superman Returns".

Terlepas dari dua metode tersebut, sekitar dua tahun lalu kira-kira Pemerintah Indonesia telah menandatangani suatu MoU(Nota Kesepahaman) dengan pemerintah Russia terkait rencana pembangunan stasiun peluncur satelit di Biak. Pertama-tama saya ingin mengatakan bahwa rencana ini patut untuk diapresiasi mengingat akan menjadi penggerak ekonomi khususnya di kawasan Biak (Papua). Dalam peluncuran satelit seringkali terdapat banyak turis asing yang ingin mengamati, sehingga otomatis akan menggiatkan perekonomian masyarakat Biak.

Pertanyaannya adalah, mengapa Biak? Jawabannya adalah karena seperti kita ketahui Biak merupakan daerah timur Indonesia yang wilayahnya bisa dikatakan sebagai dekat dengan khatulistiwa. Biak juga memiliki landasan panjang sehingga setelah terbang satelit tersebut akan lebih mudah di lepaskan dan sampai ke orbit dengan lebih singkat, mengingat satelit hanya dapat mengorbit secara baik di Geostationary Orbit (GSO) dimana GSO terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Hal ini diperhitungkan akan lebih memperkecil biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Russia dibandingkan dengan menggunakan stasiun peluncur satelit yang selama ini biasa digunakan seperti di Kazakhtan, dan lain-lain.

Namun demikian, hal ini sebenarnya patut disikapi dengan berbagai macam kajian. Apakah pemerintah Indonesia sebenarnya telah sanggup untuk menggelar stasiun peluncur roket tersebut atau tidak, khususnya dikaji dari Hukum Angkasa Internasional.Seperti sudah diketahui,dalam hal peluncuran ini kita tidak bisa dengan semena-mena meluncurkan saja dan hanya berbekal perjanjian bilateral dengan pihak kedua. Ada suatu rezim yang harus dipatuhi yaitu rezim hukum angkasa internasional. Setidaknya ada tiga konvensi yang terkait dengan hal ini, yaitu Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects (sering disingkat: Liability Convention 1972), Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space (sering disingkat: Registration Convention 1974), dan juga konvensi induknya yaitu Treaty on Principles Governing The Activities of States in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies (sering disingkat:outer space treaty 1967).

Di dalam Registration Convention 1974, yang dimaksud dengan negara peluncur dalam Pasal I nya adalah:
a. a state which launches or procures the launching of a space object; dan
b. a state from whose territory or facility a space object is launched;

Sebenarnya Pasal ini merupakan pengulangan Pasal yang sama dalam Pasal I Liability Convention 1972.

Dengan adanya rumusan tersebut, maka dapat dikatakan, Indonesia sebagai penyedia wilayah peluncuran dapat dikategorikan sebagai negara peluncur.

Ini sebenarnya bisa dikatakan bagus, dengan catatan apabila peluncuran yang dilakukan akan lancar. Namun demikian, bagaimana seandainya objek angkasa yang akan diluncurkan tersebut tidak lancar, dengan artian saat diluncurkan objek tersebut justru jatuh ke negara tetangga, atau nanti pada saat masa edar di orbitnya telah habis jatuh ke negara lainnya. Maka Indonesia akan ikut terlibat untuk membayar ganti kerugiannya.

Dalam Liability Convention 1972, Pasal II, dikatakan bahwa "negara peluncur memiliki kewajiban secara absolut/mutlak untuk membayar kompensasi untuk kerusakan yang diakibatkan objek angkasa yang telah diluncurkannya dalam hal tersebut terjadi kerusakan di darat ataupun mengenai pesawat udara.". Selanjutnya dalam Pasal IVa apabila kerusakan terjadi mengenai permukaan ataupun pesawat terbang di negara ketiga, maka kewajiban adalah mutlak.". Pasal V ayat 1 menyatakan bahwa dalam hal dua negara secara bekerjasama meluncurkan objek angkasa, maka mereka secara bersama-sama berkewajiban terhadap kerusakan tersebut.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Indonesia telah sanggup untuk menanggung beban itu secara bersama-sama dengan Russia. Atau mungkin Indonesia setuju karena ada keuntungan yang dijanjikan oleh Russia terkait peluncuran yang berhasil, dan juga ada share kewajiban membayar kompensasi yang sesuai kemampuan Indonesia yang telah disepakati.

Mengenai pertanggunjawaban ini ada kasus yang menarik, yaitu Cosmos 954, milik Russia. Dimana pada tanggal 24 Januari 1974, satelit Russia yang berbahan bakar uranium ini jatuh ke wilayah Canada. Pihak Russia telah menyatakan terlebih dahulu kepada sekretaris Jenderal PBB sesuai kewajibannya bahwa satelit mereka akan jatuh di wilayah Canada. Pemberitahuan ini juga telah diberitahukan kepada pihak Canada. Pada saat satelit tersebut jatuh, sesuai kewajibannya, maka pihak Russia (waktu itu Uni Sovyet) menawarkan untuk melakukan pembersihan terhadap puing-puing satelit dan meminta izin untuk memasuki wilayah Canada. Namun kemudian pihak Amerika Serikat melakukan komunikasi dengan pihak Canada, yang melarang pihak Russia untuk masuk ke wilayah mereka. Sebagai gantinya, para ahli dari Amerika yang kemudian melakukan pembersihan. Menurut beberapa sumber, kehadiran ahli dari Amerika cukup dipertanyakan pada saat itu, karena berkembang isu bahwa 9 dari 10 yang dikirim merupakan agen CIA pada saat itu. Hal ini bisa dipahami karena saat itu masih dalam suasana perang dingin, dimana Amerika secara langsung tidak mau ketinggalan dengan teknologi Russia, sehingga mereka ingin mempelajari satelit yang dimiliki oleh Russia dengan berkoordinasi dengan sekutunya. Namun hal ini kemudian berdampak dengan kompensasi yang ingin ditanggungnya. Pihak Canada mengklaim pihak Russia untuk membayar sekitar 11 juta Dollar pada saat itu karena dampak kerusakan terhadap alam yang signifikan, yang kemudian dibantah oleh Pihak Russia karena mereka tidak diizinkan untuk masuk melakukan pembersihan. Akhirnya disepakati oleh kedua belah pihak bahwa ganti rugi yang harus dibayarkan adalah 3 juta dollar pada saat itu.

Hal ini jugalah yang kemudian mendapat pertanyaan dari saya, bagaimana seandainya Indonesia dalam kondisi seperti Russia, walaupun mungkin menanggung beban secara bersama-sama, namun jumlahnya tidaklah sedikit. Belum lagi perkembangan teknologi saat ini serta dampak kerusakan yang akan besar mengingat populasi dunia telah meningkat sejak tahun 1979 yang mana berpotensi mengenai populasi penduduk lebih tinggi. Apakah sudah sepantasnya Indonesia masuk ke dalam era luar angkasa seperti yang diinginkan Russia? Apakah tidak lebih baik untuk mempertimbangkan memperbaiki sektor-sektor kesejahteraan rakyat yang lain terlebih dahulu baru kemudian memprioritaskan hal ini? Memang halnya pendapatan yang diterima pihak Indonesia apabila berhasil akan cukup besar untuk pemasukan negara, tetapi bagaimana apabila tidak berhasil?sungguh kerugian yang sangat besar. Amerika Serikat saja baru-baru ini parlemennya masih keberatan dengan rencana presiden obama terkait meningkatkan dana untuk keperluan riset luar angkasanya yang mana telah memiliki teknologi canggih. Kenapa kita harus coba-coba. Hal ini sebenarnya diperparah karena entah karena berita teknologi yang kurang mendapat tempat di indonesia yang lebih dominan terhadap berita politik atau bagaimana sehingga hanya sedikit yang mengetahui berita ini. Terlebih lagi sekarang pemerintah justru berencana membangun stasiun kedua yang berada di Enggano, Bengkulu (2010).


Akbarecht
-Tulisan ini sebenarnya sudah dipikirkan untuk ditulis pada saat adanya rencana pembangunan stasiun Biak, namun terkendala dan baru ditulis kemudian setelah membaca berita mengenai stasiun kedua yaitu Enggano-

Monday, January 17, 2011

Prinsip-Prinsip Kegiatan Manusia Di Luar Angkasa..

Kegiatan manusia di ruang angkasa timbul seiring dengan adanya perkembangan teknologi dan juga Prinsip-Prinsip maupun aturan yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan tersebut di ruang angkasa. Adapun Prinsip-Prinsip umum terkait kegiatan manusia di ruang angkasa yang terdapat di dalam Outer Space Treaty 1967 antara lain:[FN1]

a.the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, shall be carried out for the benefit and in the interest of all countries;[FN2]

b.outer space shall be free for exploration and use by all states on basis of equality;[FN3]

c.outer space shall not be subject to appropriation by claim of sovereignty, by means of use or occupation, or by any other means (unlike the airspace);[FN4]

d.activities in the exploration and use of outer space must be carried out in accordance with international law, including the charter of the United Nations, in the interest of maintaining peace and security;[FN5]

e.no nuclear weapons or any other kind of weapons of mass destruction shall be allowed;[FN6]

f.the moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes;[FN7]

g.international cooperation and understanding are to be promoted;[FN8]

h.astronouts shall be given every possible assistance;[FN9]

i.States Parties bear international responsibility for national activities in outer space;[FN10]

j.States Parties keep jurisdiction and control over launched objects and the personnel recorded in their register;[FN11]

k.Consultations must take place in the event of dangerous activities in space. The UN Secretary-General must be informed about space activities, information which he is duty-bound to disseminate;[FN12]

l.All stations, installations etc. Shall be opened to representatives of other States Parties on basis of reciprocity.[FN13]

Prinsip-Prinsip umum dalam konvensi induk tersebut kemudian dielaborasi lebih khusus lagi ke dalam beberapa konvensi seperti Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of Astronauts and the Return of Objects Launched into Outer Space; Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects; Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space; dan juga Agreement Governing the Activities of States on the Moon and Other Celestial Bodies.

Dengan dianutnya Prinsip-Prinsip yang kemudian menjadi Hukum Internasional dan harus dipatuhi oleh negara-negara yang telah meratifikasinya tersebut, maka kemudian kegiatan manusia di ruang angkasa pun mempunyai landasan hukumnya. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di ruang angkasa yang timbul kemudian seperti peluncuran satelit ke luar angkasa untuk tujuan Komunikasi, Navigasi, Militer, Cuaca, Penginderaan Jauh, Penyiaran Televisi Secara Langsung, maupun misi mengirimkan manusia menjadi hal yang dianggap legal.


---------------

[FN1] Lihat H.Ph. Diederiks-Verschoor, An Introduction to Space Law, (Deventer: Kluwer Law and Taxation Publishers, 1993), hal. 22

[FN2] Lihat Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use Of Outer Space, Including The Moon And Other Celestial Bodies, Article I Paragraph 1.

[FN3] Ibid, Article I Paragraph 2.

[FN4] Ibid, Article II

[FN5] Ibid, Article III

[FN6] Ibid, Article IV Paragraph 1

[FN7] Ibid, Article IV Paragraph 2

[FN8] Ibid, Article III

[FN9] Ibid, Article V Paragraph 1

[FN10] Ibid, Article VI

[FN11] Ibid, Article VIII

[FN12] Ibid, Article XI

[FN13] Ibid, Article XII


Sumber: "My Two Semester Unfinished Mini-Thesis"


Akbarecht

Sejarah Perkembangan Hukum Angkasa..

Seorang ahli hukum angkasa terkemuka dari Amerika Serikat pernah berkata bahwa, “He who controls the Cosmic Space, rules not only the Earth, but the Whole Universe”.[FN1] Seseorang yang menguasai luar angkasa tidak hanya menguasai dunia, tetapi seluruh jagat raya, begitulah kira-kira terjemahan bebasnya. Perkataan ahli tersebut ada benarnya juga, karena gambaran yang terjadi sepanjang perkembangan kegiatan manusia di ruang angkasa didominasi oleh mereka yang merupakan negara pemimpin didunia.

Diawal perkembangannya, kemampuan melakukan kegiatan di luar angkasa dikuasai oleh dua negara superpower, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet (sekarang Russia).[FN2] Kedua negara superpower ini merupakan negara yang lahir sebagai pemimpin setelah berakhirnya perang dunia kedua. Negara superpower ini kemudian membuat suatu aliansi, dan melindungi negara-negara yang lemah yang terdapat dialiansinya.[FN3] Dengan terbaginya dua kutub ini, maka kemudian terjadi persaingan diberbagai bidang seperti pengaruh penyebaran ideologi, militer, serta teknologi.[FN4]

Terkait dengan perlombaan dibidang teknologi, sejarah dimulai ditahun 1952 pada saat The International Council of Scientific Unions (ICSU) mencanangkan bahwa tanggal 1 Juli 1957 hingga 31 Desember 1958 sebagai International Geophysical Year (IGY) karena para peneliti mengetahui bahwa pada kurun waktu itu perputaran tatasurya sedang berada pada titik tertinggi.[FN5] Baru kemudian pada tahun 1954, untuk menstimulus hal tersebut, ICSU mengadopsi suatu resolusi yang menghimbau negara-negara untuk meluncurkan satelit buatan ke luar angkasa selama masa IGY untuk memetakan permukaan bumi.[FN6]

Resolusi yang dikeluarkan oleh ICSU tersebut akhirnya membuat kedua negara superpower menjadi tertantang. Pada bulan Juli ditahun 1955, Amerika Serikat membuat suatu rencana dan mengirimkan suatu proposal kepada berbagai departemen riset negara-negara untuk meluncurkan satelit yang akan mengorbit, yang diberi nama Vanguard.[FN7] Namun kemudian pada tanggal 4 Oktober 1957 secara mengejutkan justru Uni Sovyet yang meluncurkan satelit Sputnik I yang merupakan satelit yang lebih baik dibandingkan dengan satelit Vanguard yang hanya bisa membawa beban seberat 3,5 pound (1,5 kg). Kemampuan meluncurkan satelit ini pun kemudian ditafsirkan pula oleh publik bahwa Uni Sovyet telah mampu untuk membuat misil balistik antar benua yang mampu membawa senjata nuklir dari Eropa menuju Amerika Serikat. Keberhasilan meluncurkan satelit Sputnik I ini membuat Uni Sovyet kembali meluncurkan satelit Sputnik II pada 3 November ditahun yang sama. Namun kali ini dengan membawa serta hewan percobaan, yaitu seekor anjing yang diberi nama Laika.[FN8] Hal ini memacu Amerika Serikat untuk mengkonkretkan program luar angkasanya dan akhirnya berhasil meluncurkan satelit Explorer 1 pada 31 Januari 1958.[FN9]

Meningkatnya perlombaan dalam bidang teknologi peluncuran satelit ke ruang angkasa membuat publik khawatir akan kemungkinan terjadinya perang nuklir melalui medium ruang angkasa. Oleh karena itulah kemudian pada tahun 1958, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan ad hoc Committee on the Peaceful Uses of Outer Space yang didirikan melalui General Assembly (GA) resolution 1348 (XIII).[FN10] Didalam pembukaan resolusi ini kemukakan salah satunya harapannya adalah, ”Wishing to avoid the extension of present national rivalries into this new field”. Negara-negara melalui PBB menginginkan agar jangan sampai persaingan yang terjadi sebelumnya dibidang militer, terjadi pula dibidang teknologi di ruang angkasa. Untuk itulah kemudian komite sementara ini berfungsi untuk meredakan ketegangan dan juga memastikan bahwa terjalinnya komunikasi atau kerjasama antar negara khususnya dalam hal pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai (the peaceful uses of outer space).[FN11] Kemudian ditahun 1959, komite ini mendapatkan tempatnya tersendiri dibawah PBB melalui GA resolution 1472 (XIV), yaitu dengan didirikannya United Nations Committee On the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS).[FN12]

Pada tahun 1963, diadakanlah suatu pertemuan antara tiga negara (Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Inggris) untuk membahas pelarangan percobaan senjata nuklir di atmosfer, di ruang angkasa, ataupun di dalam air sebagai tindak lanjut atas kekhawatiran publik ini.[FN13] Hasil dari pertemuan itu kemudian dituangkan kedalam suatu perjanjian yaitu Treaty Banning Nuclear Weapon Tests In The Atmosphere, In Outer Space, and Under Water, atau yang lebih sering dikenal dengan Limited Test Ban Treaty 1963.[FN14] Didalam Pasal 1 dikatakan bahwa:

“Each of the Parties to this Treaty undertakes to prohibit, to prevent, and not to carry out any nuclear weapon test explosion, or any other nuclear explosion, at any place under its jurisdiction or control: (a) in the atmosphere; beyond its limits, including outer space; or under water, including territorial waters or high seas…”.[FN15]

Dengan demikian, melalui perjanjian ini negara peserta dilarang dan juga dicegah untuk tidak mengadakan percobaan nuklir di dalam wilayah yurisdiksinya bahkan hingga ke medium ruang angkasa. Perjanjian ini telah ditandatangani oleh 108 negara, diratifikasi oleh 94 negara, dan 23 negara melakukan aksesi pada saat ini.[FN16]

Perjanjian tersebut merupakan usaha negara-negara yang dinaungi oleh PBB untuk menetapkan prinsip bahwa kegiatan di luar angkasa semata-mata hanyalah untuk tujuan damai. Prinsip pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai ini ini kemudian juga diadopsi didalam Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 atau yang sering disingkat dengan Outer Space Treaty 1967. Prinsip ini sebelumnya juga dikemukakan dalam deklarasi ditahun 1963 melalui Declaration of Legal Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space (resolution 1962 (XVIII)). Didalam pembukaan Space Treaty 1967 dikatakan “Recognizing the common interest of all mankind in the progress of the exploration and use of outer space for peaceful purposes…”, serta dikuatkan kembali dalam Pasal IV, “The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes”.[FN17] Dengan demikian negara-negara pada awal perkembangan kegiatan manusia di luar angkasa telah menyepakati bahwa kegiatan manusia di ruang angkasa hanyalah untuk tujuan damai.

Ruang angkasa, termasuk didalamnya bulan dan benda-benda angkasa lainnya juga ditetapkan oleh negara-negara menjadi daerah bersama umat manusia (the province of all mankind), seperti yang tercantum didalam Pasal I Space Treaty 1967 :

“ The exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, shall be carried out for the benefit and in the interests of all countries, irrespective of their degree of economic or scientific development, and shall be the province of all mankind ”.

Hal ini dipahami bahwa ruang angkasa merupakan daerah bersama umat manusia dimana sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan bersama umat manusia. Prinsip ini serupa dengan prinsip Common Heritage of Mankind (CHM) yang diusulkan oleh Prado, Duta Besar Republik Malta ditahun 1967, yang mengusulkan agar seabed dan oceanfloor dipikirkan untuk menjadi warisan bersama umat manusia.[FN18] Dia mengusulkan agar prinsip ini kemudian diinkorporasikan oleh PBB menjadi sesuatu dokumen hukum yang mengikat. Prinsip ini daerah bersama umat manusia ini jugalah yang digunakan didaerah antartika. Didalam Outer Space Treaty 1967, istilah yang digunakan adalah Province of all mankind, sedangkan istilah Common Heritage of Mankind baru dikenal didalam Moon Agreement, Pasal 11 (1) yang menyatakan bahwa, ”the moon and its natural resources are the common heritage of mankind...”.


-----------

[FN1] H.Priyatna Abdurrasyid, “Kebutuhan Perangkat Hukum Nasional dan Internasional Dalam Rangka Penataan Dirgantara Nasional”, Jurnal Hukum Internasional LPHI Vol.3,No.2 (Januari 2006): 160.

[FN2] Masa-masa ini sering disebut dengan masa perang dingin (cold war), yaitu dimana terjadi sistem politik internasional yang bipolar (the loose bipolar model), dimana Amerika Serikat dan Uni Sovyet menjadi pemimpin dari masing-masing bloknya. Lihat lebih jauh pembagian sistem politik internasional dalam Theodore A.Couloumbis dan James H.Wolfe, Introduction to International Relations: Power and Justice, ed.4, (Amerika Serikat:Prentice Hall,1990), hal. 50.

[FN3] Ibid.

[FN4] Persaingan pengaruh ideologi ditandai dengan persaingan antara ideologi liberalisme dan sosialisme. Persaingan dibidang militer adalah persaingan dengan membuat pakta pertahanan, yaitu NATO dan Pakta Warsawa. Sedangkan di bidang teknologi, persaingan yang terjadi adalah perlombaan mengirimkan misi ke luar angkasa.

[FN5] Lihat “Sputnik and the Dawn of Space Age”, , diakses 6 September 2009. ICSU didirikan pada tahun 1931 di Brussel dengan nama International Research Council. Saat ini kantor pusat ICSU berada di Perancis.

[FN6] Ibid.

[FN7] Ibid.

[FN8] Ibid.

[FN9] Lihat “Explorer 1 First U.S Satellite”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN10] Lihat UNOOSA, “United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space:
History and Overview of Activities”, , , diakses 16 Mei 2010.

[FN11] Lihat GA resolution 1348 (XIII), butir (c), “…The future organizational arrangements to facilitate international co-operation in this field within the framework of the United Nations” .

[FN12] Lihat UNOOSA, op. cit.

[FN13] Lihat Atomic Archive, “Limited Test Ban Treaty (1963)”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN14] Lihat juga Arms Control Association, “Limited Test Ban Treaty (LTBT)”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN15] Lihat Limited Test Ban Treaty 1963, Pasal I

[FN16] Lihat Arms Control Association, op. cit

[FN17] Lihat Outer Space Treaty 1967

[FN18] Lihat Jefferson H.Weaver, “Illusion or Reality? State sovereignty in Outer Space”, Boston University International Law Journal, (Fall 1992), .


Sumber: "My Two Semester Unfinished Mini-Thesis"


Akbarecht