Monday, January 17, 2011

Sejarah Perkembangan Hukum Angkasa..

Seorang ahli hukum angkasa terkemuka dari Amerika Serikat pernah berkata bahwa, “He who controls the Cosmic Space, rules not only the Earth, but the Whole Universe”.[FN1] Seseorang yang menguasai luar angkasa tidak hanya menguasai dunia, tetapi seluruh jagat raya, begitulah kira-kira terjemahan bebasnya. Perkataan ahli tersebut ada benarnya juga, karena gambaran yang terjadi sepanjang perkembangan kegiatan manusia di ruang angkasa didominasi oleh mereka yang merupakan negara pemimpin didunia.

Diawal perkembangannya, kemampuan melakukan kegiatan di luar angkasa dikuasai oleh dua negara superpower, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet (sekarang Russia).[FN2] Kedua negara superpower ini merupakan negara yang lahir sebagai pemimpin setelah berakhirnya perang dunia kedua. Negara superpower ini kemudian membuat suatu aliansi, dan melindungi negara-negara yang lemah yang terdapat dialiansinya.[FN3] Dengan terbaginya dua kutub ini, maka kemudian terjadi persaingan diberbagai bidang seperti pengaruh penyebaran ideologi, militer, serta teknologi.[FN4]

Terkait dengan perlombaan dibidang teknologi, sejarah dimulai ditahun 1952 pada saat The International Council of Scientific Unions (ICSU) mencanangkan bahwa tanggal 1 Juli 1957 hingga 31 Desember 1958 sebagai International Geophysical Year (IGY) karena para peneliti mengetahui bahwa pada kurun waktu itu perputaran tatasurya sedang berada pada titik tertinggi.[FN5] Baru kemudian pada tahun 1954, untuk menstimulus hal tersebut, ICSU mengadopsi suatu resolusi yang menghimbau negara-negara untuk meluncurkan satelit buatan ke luar angkasa selama masa IGY untuk memetakan permukaan bumi.[FN6]

Resolusi yang dikeluarkan oleh ICSU tersebut akhirnya membuat kedua negara superpower menjadi tertantang. Pada bulan Juli ditahun 1955, Amerika Serikat membuat suatu rencana dan mengirimkan suatu proposal kepada berbagai departemen riset negara-negara untuk meluncurkan satelit yang akan mengorbit, yang diberi nama Vanguard.[FN7] Namun kemudian pada tanggal 4 Oktober 1957 secara mengejutkan justru Uni Sovyet yang meluncurkan satelit Sputnik I yang merupakan satelit yang lebih baik dibandingkan dengan satelit Vanguard yang hanya bisa membawa beban seberat 3,5 pound (1,5 kg). Kemampuan meluncurkan satelit ini pun kemudian ditafsirkan pula oleh publik bahwa Uni Sovyet telah mampu untuk membuat misil balistik antar benua yang mampu membawa senjata nuklir dari Eropa menuju Amerika Serikat. Keberhasilan meluncurkan satelit Sputnik I ini membuat Uni Sovyet kembali meluncurkan satelit Sputnik II pada 3 November ditahun yang sama. Namun kali ini dengan membawa serta hewan percobaan, yaitu seekor anjing yang diberi nama Laika.[FN8] Hal ini memacu Amerika Serikat untuk mengkonkretkan program luar angkasanya dan akhirnya berhasil meluncurkan satelit Explorer 1 pada 31 Januari 1958.[FN9]

Meningkatnya perlombaan dalam bidang teknologi peluncuran satelit ke ruang angkasa membuat publik khawatir akan kemungkinan terjadinya perang nuklir melalui medium ruang angkasa. Oleh karena itulah kemudian pada tahun 1958, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan ad hoc Committee on the Peaceful Uses of Outer Space yang didirikan melalui General Assembly (GA) resolution 1348 (XIII).[FN10] Didalam pembukaan resolusi ini kemukakan salah satunya harapannya adalah, ”Wishing to avoid the extension of present national rivalries into this new field”. Negara-negara melalui PBB menginginkan agar jangan sampai persaingan yang terjadi sebelumnya dibidang militer, terjadi pula dibidang teknologi di ruang angkasa. Untuk itulah kemudian komite sementara ini berfungsi untuk meredakan ketegangan dan juga memastikan bahwa terjalinnya komunikasi atau kerjasama antar negara khususnya dalam hal pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai (the peaceful uses of outer space).[FN11] Kemudian ditahun 1959, komite ini mendapatkan tempatnya tersendiri dibawah PBB melalui GA resolution 1472 (XIV), yaitu dengan didirikannya United Nations Committee On the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS).[FN12]

Pada tahun 1963, diadakanlah suatu pertemuan antara tiga negara (Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Inggris) untuk membahas pelarangan percobaan senjata nuklir di atmosfer, di ruang angkasa, ataupun di dalam air sebagai tindak lanjut atas kekhawatiran publik ini.[FN13] Hasil dari pertemuan itu kemudian dituangkan kedalam suatu perjanjian yaitu Treaty Banning Nuclear Weapon Tests In The Atmosphere, In Outer Space, and Under Water, atau yang lebih sering dikenal dengan Limited Test Ban Treaty 1963.[FN14] Didalam Pasal 1 dikatakan bahwa:

“Each of the Parties to this Treaty undertakes to prohibit, to prevent, and not to carry out any nuclear weapon test explosion, or any other nuclear explosion, at any place under its jurisdiction or control: (a) in the atmosphere; beyond its limits, including outer space; or under water, including territorial waters or high seas…”.[FN15]

Dengan demikian, melalui perjanjian ini negara peserta dilarang dan juga dicegah untuk tidak mengadakan percobaan nuklir di dalam wilayah yurisdiksinya bahkan hingga ke medium ruang angkasa. Perjanjian ini telah ditandatangani oleh 108 negara, diratifikasi oleh 94 negara, dan 23 negara melakukan aksesi pada saat ini.[FN16]

Perjanjian tersebut merupakan usaha negara-negara yang dinaungi oleh PBB untuk menetapkan prinsip bahwa kegiatan di luar angkasa semata-mata hanyalah untuk tujuan damai. Prinsip pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai ini ini kemudian juga diadopsi didalam Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 atau yang sering disingkat dengan Outer Space Treaty 1967. Prinsip ini sebelumnya juga dikemukakan dalam deklarasi ditahun 1963 melalui Declaration of Legal Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space (resolution 1962 (XVIII)). Didalam pembukaan Space Treaty 1967 dikatakan “Recognizing the common interest of all mankind in the progress of the exploration and use of outer space for peaceful purposes…”, serta dikuatkan kembali dalam Pasal IV, “The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes”.[FN17] Dengan demikian negara-negara pada awal perkembangan kegiatan manusia di luar angkasa telah menyepakati bahwa kegiatan manusia di ruang angkasa hanyalah untuk tujuan damai.

Ruang angkasa, termasuk didalamnya bulan dan benda-benda angkasa lainnya juga ditetapkan oleh negara-negara menjadi daerah bersama umat manusia (the province of all mankind), seperti yang tercantum didalam Pasal I Space Treaty 1967 :

“ The exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, shall be carried out for the benefit and in the interests of all countries, irrespective of their degree of economic or scientific development, and shall be the province of all mankind ”.

Hal ini dipahami bahwa ruang angkasa merupakan daerah bersama umat manusia dimana sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan bersama umat manusia. Prinsip ini serupa dengan prinsip Common Heritage of Mankind (CHM) yang diusulkan oleh Prado, Duta Besar Republik Malta ditahun 1967, yang mengusulkan agar seabed dan oceanfloor dipikirkan untuk menjadi warisan bersama umat manusia.[FN18] Dia mengusulkan agar prinsip ini kemudian diinkorporasikan oleh PBB menjadi sesuatu dokumen hukum yang mengikat. Prinsip ini daerah bersama umat manusia ini jugalah yang digunakan didaerah antartika. Didalam Outer Space Treaty 1967, istilah yang digunakan adalah Province of all mankind, sedangkan istilah Common Heritage of Mankind baru dikenal didalam Moon Agreement, Pasal 11 (1) yang menyatakan bahwa, ”the moon and its natural resources are the common heritage of mankind...”.


-----------

[FN1] H.Priyatna Abdurrasyid, “Kebutuhan Perangkat Hukum Nasional dan Internasional Dalam Rangka Penataan Dirgantara Nasional”, Jurnal Hukum Internasional LPHI Vol.3,No.2 (Januari 2006): 160.

[FN2] Masa-masa ini sering disebut dengan masa perang dingin (cold war), yaitu dimana terjadi sistem politik internasional yang bipolar (the loose bipolar model), dimana Amerika Serikat dan Uni Sovyet menjadi pemimpin dari masing-masing bloknya. Lihat lebih jauh pembagian sistem politik internasional dalam Theodore A.Couloumbis dan James H.Wolfe, Introduction to International Relations: Power and Justice, ed.4, (Amerika Serikat:Prentice Hall,1990), hal. 50.

[FN3] Ibid.

[FN4] Persaingan pengaruh ideologi ditandai dengan persaingan antara ideologi liberalisme dan sosialisme. Persaingan dibidang militer adalah persaingan dengan membuat pakta pertahanan, yaitu NATO dan Pakta Warsawa. Sedangkan di bidang teknologi, persaingan yang terjadi adalah perlombaan mengirimkan misi ke luar angkasa.

[FN5] Lihat “Sputnik and the Dawn of Space Age”, , diakses 6 September 2009. ICSU didirikan pada tahun 1931 di Brussel dengan nama International Research Council. Saat ini kantor pusat ICSU berada di Perancis.

[FN6] Ibid.

[FN7] Ibid.

[FN8] Ibid.

[FN9] Lihat “Explorer 1 First U.S Satellite”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN10] Lihat UNOOSA, “United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space:
History and Overview of Activities”, , , diakses 16 Mei 2010.

[FN11] Lihat GA resolution 1348 (XIII), butir (c), “…The future organizational arrangements to facilitate international co-operation in this field within the framework of the United Nations” .

[FN12] Lihat UNOOSA, op. cit.

[FN13] Lihat Atomic Archive, “Limited Test Ban Treaty (1963)”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN14] Lihat juga Arms Control Association, “Limited Test Ban Treaty (LTBT)”, , diakses 16 Mei 2010.

[FN15] Lihat Limited Test Ban Treaty 1963, Pasal I

[FN16] Lihat Arms Control Association, op. cit

[FN17] Lihat Outer Space Treaty 1967

[FN18] Lihat Jefferson H.Weaver, “Illusion or Reality? State sovereignty in Outer Space”, Boston University International Law Journal, (Fall 1992), .


Sumber: "My Two Semester Unfinished Mini-Thesis"


Akbarecht